Beberapa Dasar Hukum Usaha non-perizinan


 Usaha non-perizinan di Indonesia merujuk pada kegiatan usaha yang tidak memerlukan izin usaha formal tertentu, namun masih tunduk pada peraturan yang relevan untuk menjaga ketertiban, kepastian hukum, dan perlindungan bagi masyarakat. Dasar hukum untuk usaha non-perizinan diatur oleh berbagai undang-undang dan peraturan, yang memberikan pedoman tentang usaha-usaha yang dapat dijalankan tanpa izin formal, namun tetap diatur oleh regulasi tertentu.

1. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)

UU Cipta Kerja mengubah banyak aspek dalam regulasi perizinan dan non-perizinan usaha. Salah satu tujuan utama UU ini adalah untuk menyederhanakan proses perizinan dan mengurangi hambatan administratif bagi pelaku usaha. Meskipun fokus utamanya adalah pada perizinan usaha berbasis risiko, UU ini juga memberikan landasan bagi beberapa jenis usaha yang tidak memerlukan izin, terutama usaha mikro dan kecil.

Bagian Penting dari UU Cipta Kerja tentang Usaha Non-Perizinan:

  • Pasal 12 hingga Pasal 17: Mengatur klasifikasi usaha berdasarkan risiko. Usaha dengan risiko rendah, seperti sebagian besar usaha mikro, hanya memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang lebih merupakan registrasi usaha daripada izin formal.

2. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko

Peraturan ini mengimplementasikan UU Cipta Kerja dan mengatur lebih rinci mengenai jenis usaha yang berbasis risiko rendah. Usaha dengan risiko rendah tidak memerlukan izin formal, namun tetap harus memiliki NIB yang dapat diperoleh melalui sistem Online Single Submission (OSS). NIB lebih merupakan pendaftaran dan pengakuan usaha oleh negara tanpa harus melalui proses perizinan yang rumit.

Usaha Risiko Rendah yang Tidak Memerlukan Izin:

  • Usaha yang termasuk dalam kategori risiko rendah hanya memerlukan NIB dan pernyataan pemenuhan standar usaha yang bisa dilakukan melalui OSS. Mereka tidak memerlukan izin formal lainnya.
  • Contoh: Usaha mikro seperti kios kecil, usaha rumahan, toko kelontong, dan sebagian besar usaha yang tidak berpotensi menimbulkan dampak signifikan bagi kesehatan, keselamatan, atau lingkungan.

3. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Peraturan ini memberikan perlindungan dan kemudahan bagi UMKM dalam menjalankan usaha. Untuk usaha mikro dan kecil, peraturan ini menyederhanakan proses administratif, sehingga usaha kecil bisa berjalan tanpa harus memiliki izin formal, asalkan mereka mendaftarkan diri melalui OSS dan memiliki NIB.

Pokok Penting dalam PP No. 7 Tahun 2021 tentang Usaha Non-Perizinan:

  • Usaha Mikro dan Kecil: Tidak memerlukan izin usaha formal, namun tetap harus mendaftarkan diri melalui OSS untuk mendapatkan NIB.
  • Pendaftaran Usaha UMKM: Usaha UMKM dengan risiko rendah cukup didaftarkan melalui NIB sebagai syarat legalitas tanpa memerlukan izin usaha lain.

4. Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil

Meskipun peraturan ini sudah diubah oleh PP No. 7 Tahun 2021, beberapa prinsipnya masih relevan untuk usaha mikro dan kecil. Perpres No. 98 Tahun 2014 bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada usaha mikro dan kecil dalam memulai usaha tanpa harus memenuhi persyaratan yang berat. Untuk usaha non-perizinan, hal ini berarti:

  • Pemberian izin usaha sederhana: Usaha mikro dan kecil dapat memperoleh legalitas hanya dengan pendaftaran dan persyaratan yang sangat sederhana.
  • Fasilitas tanpa izin usaha formal: Pada dasarnya, usaha mikro bisa dijalankan hanya dengan registrasi, tanpa harus melalui mekanisme izin formal yang berbelit.

5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Undang-undang ini menjadi salah satu dasar penting bagi usaha mikro dan kecil dalam hal regulasi dan perizinan. UU ini memisahkan antara kebutuhan usaha besar dengan usaha kecil, terutama dalam hal perizinan. Usaha mikro dan kecil, dalam banyak kasus, dianggap sebagai usaha non-perizinan yang hanya memerlukan pendaftaran atau pelaporan.

Pokok Penting dalam UU No. 20 Tahun 2008:

  • Usaha Mikro dan Kecil: Usaha mikro tidak diwajibkan memiliki izin formal, tetapi perlu memenuhi beberapa standar sederhana yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, seperti kelayakan usaha dan lokasi.
  • Legalitas Usaha: Usaha mikro tetap diakui secara hukum, meskipun tidak memiliki izin usaha formal, selama mereka memenuhi syarat administrasi minimal, seperti registrasi di OSS atau pemerintah daerah.

6. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 2 Tahun 2019 tentang Kemudahan Berusaha bagi Usaha Mikro dan Kecil

Peraturan ini mengatur mengenai kemudahan berusaha bagi UMKM, terutama usaha mikro dan kecil. Salah satu bentuk kemudahan adalah mengurangi beban perizinan formal dan menggantinya dengan registrasi atau pelaporan usaha.

Pokok-Pokok dalam Permen Koperasi dan UKM No. 2 Tahun 2019:

  • Registrasi Usaha Mikro: Usaha mikro cukup melakukan pendaftaran di pemerintah daerah atau melalui OSS.
  • Penghapusan Izin Formal: Dalam beberapa kasus, perizinan formal dihapuskan untuk usaha mikro yang memiliki dampak risiko rendah terhadap masyarakat.

7. Peraturan Daerah (Perda) tentang Perizinan Usaha

Di beberapa daerah, peraturan daerah (Perda) sering kali mengatur lebih lanjut tentang usaha non-perizinan, terutama yang berkaitan dengan usaha mikro dan kecil. Perda ini bisa memberikan aturan spesifik tentang jenis usaha yang tidak memerlukan izin formal, seperti warung kecil, usaha rumahan, atau kegiatan ekonomi informal.

Contoh Perda yang Mengatur Usaha Non-Perizinan:

  • Perda tentang Retribusi Jasa Umum di beberapa daerah mengatur bahwa usaha kecil yang berisiko rendah hanya perlu terdaftar dan tidak memerlukan izin khusus.
  • Beberapa daerah memiliki Perda tentang UMKM yang memberikan pembebasan izin usaha formal untuk usaha mikro dan kecil yang beroperasi di wilayah tersebut.

8. Sistem Online Single Submission (OSS) untuk Usaha Non-Perizinan

Sistem OSS merupakan platform utama untuk pendaftaran dan pengurusan legalitas usaha, termasuk usaha non-perizinan. Usaha mikro dan kecil yang tidak memerlukan izin formal tetap harus mendaftar melalui OSS untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai bukti registrasi usaha.

OSS untuk Usaha Non-Perizinan:

  • Pendaftaran NIB: Usaha yang tidak memerlukan izin tetap harus mendapatkan NIB melalui OSS.
  • Usaha Risiko Rendah: Bagi usaha mikro dan kecil yang termasuk dalam kategori risiko rendah, NIB berfungsi sebagai pengganti izin formal.

Kesimpulan:

Dasar hukum untuk usaha non-perizinan terutama berfokus pada usaha mikro dan kecil yang dianggap tidak memerlukan izin formal, namun tetap harus melalui proses pendaftaran dan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai bentuk pengakuan usaha oleh pemerintah. Berikut adalah dasar hukum utamanya:

  1. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko.
  3. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
  4. Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil.
  5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
  6. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 2 Tahun 2019 tentang Kemudahan Berusaha bagi Usaha Mikro dan Kecil.
  7. Sistem OSS sebagai platform utama untuk registrasi usaha, termasuk usaha non-perizinan.

Dengan mengikuti peraturan ini, usaha mikro dan kecil dapat berjalan secara legal tanpa harus melalui proses perizinan formal yang rumit.