Beberapa Dasar Hukum PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)
Hukum Galih Gumelar - PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) merupakan izin yang menggantikan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), yang sebelumnya menjadi syarat utama dalam kegiatan mendirikan atau merenovasi bangunan di Indonesia. PBG diatur oleh beberapa undang-undang dan peraturan yang menguraikan bagaimana bangunan gedung harus memenuhi standar teknis dan administratif yang ditetapkan oleh pemerintah. Penerapan PBG bertujuan untuk memastikan bahwa bangunan gedung sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan estetika.
1. Dasar Hukum PBG:
PBG memiliki dasar hukum yang kuat yang mengatur prosedur, syarat, serta tata cara penerbitannya. Berikut adalah dasar hukum utama terkait dengan pembuatan dan penerapan PBG:
A. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
UU No. 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja merupakan landasan hukum pertama yang mengubah mekanisme perizinan dalam sektor bangunan gedung, menggantikan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dengan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Dalam UU Cipta Kerja, perubahan ini adalah bagian dari penyederhanaan perizinan usaha dan investasi di Indonesia.
Pokok-pokok Penting dari UU Cipta Kerja tentang PBG:
- Pasal 24 ayat 1 UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa setiap bangunan gedung wajib memenuhi standar keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
- UU Cipta Kerja menekankan pada penyederhanaan proses perizinan dengan berbasis risiko, dan untuk bangunan gedung, PBG menjadi bentuk izin yang dipersyaratkan.
B. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
PP No. 16 Tahun 2021 merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang secara khusus mengatur pelaksanaan pembangunan gedung dan penggantian IMB dengan PBG. PP ini memberikan kerangka kerja yang rinci terkait persetujuan teknis dan tata cara pengurusan PBG.
Isi Utama dari PP No. 16 Tahun 2021:
- Pasal 1 ayat (1): Menegaskan bahwa PBG adalah persetujuan yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap perencanaan teknis bangunan gedung untuk memenuhi standar bangunan.
- Pasal 1 ayat (2): PBG wajib dimiliki oleh setiap bangunan gedung yang baru dibangun, direnovasi, atau dimodifikasi.
- Pasal 11-14: Mengatur bahwa PBG diberikan berdasarkan kesesuaian bangunan dengan rencana detail tata ruang dan standar bangunan gedung.
- Pasal 337-338: Menjelaskan bahwa permohonan PBG dilakukan melalui OSS (Online Single Submission) dan persetujuan dikeluarkan setelah dinilai sesuai dengan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi).
Prosedur Pengajuan PBG Berdasarkan PP No. 16 Tahun 2021:
- Permohonan: Pemilik atau pengembang mengajukan permohonan PBG melalui sistem OSS.
- Penilaian Kesesuaian Tata Ruang: Pemerintah akan mengevaluasi kesesuaian bangunan dengan tata ruang dan aturan teknis lainnya.
- Penerbitan PBG: Jika bangunan sesuai dengan aturan teknis dan tata ruang, PBG akan diterbitkan oleh pemerintah daerah.
C. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Walaupun IMB sudah diganti dengan PBG, UU No. 28 Tahun 2002 tetap menjadi dasar hukum yang memuat ketentuan terkait pembangunan gedung di Indonesia. UU ini menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh setiap bangunan gedung.
Pokok-Pokok Penting UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung:
- Pasal 7-8: Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif (dokumen legalitas dan izin bangunan) dan persyaratan teknis (standar bangunan yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan).
- Pasal 24-25: PBG diberikan berdasarkan pemenuhan syarat-syarat bangunan gedung yang berkelanjutan dan sesuai tata ruang.
D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara
Peraturan ini lebih berfokus pada bangunan gedung negara, tetapi prinsip-prinsip yang diatur di dalamnya menjadi dasar acuan bagi perizinan dan standar teknis yang juga berlaku untuk bangunan gedung pada umumnya. Meskipun difokuskan pada bangunan milik pemerintah, regulasi ini relevan dalam menjelaskan standar pembangunan dan kelayakan bangunan.
Pokok-Pokok dalam Permen PUPR No. 22 Tahun 2018:
- Standar Kelayakan: Semua bangunan gedung harus memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas.
- Audit Kelayakan: Setiap bangunan gedung negara diwajibkan menjalani audit kelayakan teknis, yang juga diadaptasi untuk standar bangunan gedung swasta melalui peraturan-peraturan turunan lainnya.
E. Peraturan Menteri PUPR No. 16 Tahun 2021 tentang Standar Teknis Bangunan Gedung
Permen PUPR No. 16 Tahun 2021 mengatur tentang standar teknis bangunan gedung, yang menjadi salah satu syarat utama dalam pengajuan PBG. Standar teknis ini mencakup aspek-aspek yang wajib dipenuhi oleh bangunan gedung, baik dari segi konstruksi, lingkungan, maupun kenyamanan.
Isi Utama dari Permen PUPR No. 16 Tahun 2021:
- Standar Keselamatan: Bangunan harus memenuhi standar keselamatan, termasuk dalam hal konstruksi yang tahan gempa, sistem proteksi kebakaran, dan keselamatan penghuni.
- Standar Kenyamanan: Meliputi pengaturan pencahayaan, ventilasi, dan kenyamanan ruang bagi pengguna bangunan.
- Standar Lingkungan: Pengelolaan air, sanitasi, dan pengolahan limbah bangunan harus mengikuti ketentuan yang berlaku untuk menjaga kualitas lingkungan.
F. Sistem OSS (Online Single Submission)
OSS merupakan sistem yang digunakan untuk mengurus perizinan PBG, termasuk proses pengajuan, pemenuhan persyaratan, hingga penerbitan persetujuan oleh pemerintah. OSS mengintegrasikan perizinan secara digital untuk memastikan transparansi dan efisiensi dalam pengurusan izin.
Prosedur Pengajuan PBG melalui OSS:
- Registrasi Akun OSS: Pemilik bangunan atau pengembang harus membuat akun di sistem OSS.
- Pengajuan Dokumen dan Permohonan PBG: Dokumen teknis dan administratif terkait pembangunan gedung diunggah melalui sistem.
- Penilaian dan Verifikasi: Pemerintah akan menilai kesesuaian bangunan dengan tata ruang, standar teknis, dan regulasi lainnya.
- Penerbitan PBG: Jika disetujui, PBG diterbitkan secara elektronik melalui sistem OSS.
2. Prinsip-Prinsip Utama dalam Pembuatan PBG:
- Kesesuaian Tata Ruang: PBG hanya dapat diberikan jika rencana pembangunan gedung sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
- Standar Teknis: Bangunan harus memenuhi standar teknis yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
- Kepastian Hukum: PBG memberikan kepastian hukum bagi pemilik bangunan bahwa bangunan yang didirikan telah memenuhi peraturan dan dapat digunakan sesuai fungsinya.
- Digitalisasi Proses: Pengajuan dan penerbitan PBG dilakukan melalui sistem OSS untuk memudahkan dan mempercepat proses perizinan.
3. Sanksi dalam PBG:
Jika bangunan didirikan tanpa PBG atau melanggar ketentuan yang diatur dalam PBG, pemilik atau pengembang dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
- Pembongkaran Bangunan: Bangunan yang didirikan tanpa PBG atau tidak sesuai dengan persetujuan teknis dapat dibongkar.
- Denda Administratif: Pemilik bangunan dapat dikenakan denda sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
- Penghentian Kegiatan: Kegiatan pembangunan yang tidak memenuhi ketentuan PBG dapat dihentikan oleh otoritas terkait.
Kesimpulan:
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diatur oleh sejumlah undang-undang dan peraturan yang menggantikan mekanisme IMB, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan transparansi perizinan. Dasar hukum utama untuk PBG adalah:
- Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bangunan Gedung.
- Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
- Peraturan Menteri PUPR No. 22 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Bangunan Gedung Negara.
- Sistem OSS sebagai platform digital untuk pengajuan PBG.
PBG memastikan bangunan didirikan sesuai standar keselamatan dan tata ruang yang berlaku, dan diajukan secara digital untuk kemudahan dan transparansi.