Bagaimanakah Membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang baik dan benar ?


Hukum Galih Gumelar - Membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang baik dan benar memerlukan pemahaman mendalam tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Proses ini harus mengikuti tahapan dan prinsip yang telah diatur dalam undang-undang, dengan tujuan menghasilkan PP yang sah secara hukum, efektif dalam implementasinya, dan sesuai dengan kepentingan nasional.

1. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Pemerintah:

Peraturan Pemerintah merupakan produk hukum yang berada pada tingkat kedua setelah Undang-Undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dasar hukum pembentukannya diatur dalam beberapa peraturan, yaitu:

  • Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (diubah melalui UU No. 15 Tahun 2019).
  • Undang-Undang Dasar 1945: PP merupakan pelaksana dari undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945.
  • Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang.

2. Tahapan Pembentukan Peraturan Pemerintah yang Baik dan Benar:

a. Perencanaan

Perencanaan pembentukan PP dimulai dari identifikasi kebutuhan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang yang lebih tinggi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa PP yang dibuat memiliki landasan dan tujuan yang jelas.

  • Inisiatif Penyusunan: Inisiatif untuk menyusun PP bisa berasal dari kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, atau badan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang tertentu.
  • Masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional): Peraturan Pemerintah yang akan disusun harus masuk ke dalam Prolegnas, yang merupakan rencana prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional.

b. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

  • Penyusunan RPP oleh Kementerian/Lembaga: Kementerian atau lembaga terkait yang mendapatkan mandat dari undang-undang akan menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Tim penyusun di kementerian tersebut akan melakukan kajian dan penelitian, serta menyusun rancangan berdasarkan kebutuhan regulasi.
  • Naskah Akademik (jika diperlukan): Jika PP membutuhkan pengaturan yang rumit atau berkaitan dengan persoalan teknis tertentu, penyusunan Naskah Akademik sangat dianjurkan. Naskah Akademik berisi kajian ilmiah dan rasionalitas pengaturan yang akan dituangkan dalam PP.
  • Penelitian dan Pengkajian: Melakukan penelitian hukum dan kajian mendalam terhadap materi yang akan diatur dalam PP, untuk memastikan PP yang dibuat konsisten dengan peraturan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kebutuhan.

c. Harmonisasi dan Sinkronisasi

  • Pengharmonisasian: Rancangan Peraturan Pemerintah yang telah disusun oleh kementerian/lembaga kemudian diharmonisasikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pengharmonisasian ini bertujuan untuk memastikan bahwa RPP tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, selaras dengan peraturan yang setara, dan tidak menimbulkan konflik hukum.
  • Sinkronisasi antar-Kementerian: Pada tahap ini, Kemenkumham akan mengundang kementerian atau lembaga terkait untuk menyelaraskan isi RPP dengan kebijakan nasional dan regulasi sektoral lainnya.

d. Pembahasan dan Konsultasi Publik

  • Pembahasan dengan Lembaga Terkait: Setelah harmonisasi, RPP dibahas kembali dengan lembaga-lembaga terkait untuk menyempurnakan isinya. Pembahasan ini dilakukan dalam rapat koordinasi antar-kementerian atau lembaga, terutama jika PP tersebut menyangkut lebih dari satu sektor.
  • Konsultasi Publik: Melibatkan publik dan pemangku kepentingan lainnya untuk memberikan masukan terhadap isi RPP. Ini dapat dilakukan melalui hearing, seminar, lokakarya, atau penyebaran rancangan peraturan di media publik. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan feedback dari masyarakat atau pihak yang akan terdampak.

e. Finalisasi dan Pengesahan

  • Finalisasi di Kementerian/Lembaga Pengusul: Setelah selesai pembahasan dan harmonisasi, RPP difinalisasi oleh kementerian atau lembaga yang mengusulkan. Pada tahap ini, dilakukan penyempurnaan terakhir sebelum diajukan kepada presiden.
  • Penetapan oleh Presiden: Setelah finalisasi, RPP diajukan kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan dan ditandatangani. Dengan tanda tangan presiden, RPP resmi menjadi Peraturan Pemerintah (PP).

f. Pengundangan

  • Pengundangan dalam Lembaran Negara: Setelah disahkan oleh presiden, PP harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Pengundangan dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM.
  • Publikasi: PP yang telah diundangkan dipublikasikan agar dapat diketahui oleh masyarakat luas, baik melalui situs resmi pemerintah, media massa, maupun publikasi lain yang relevan.

3. Prinsip-Prinsip Pembentukan Peraturan Pemerintah yang Baik:

  • Keterbukaan: Proses penyusunan PP harus melibatkan partisipasi publik, memastikan adanya transparansi, dan membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan.
  • Kepastian Hukum: PP harus memberikan kepastian hukum dan konsistensi dengan peraturan yang lebih tinggi. Isinya harus jelas dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.
  • Keseimbangan: PP harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan masyarakat, serta memastikan perlindungan hak-hak warga negara.
  • Efektivitas: PP yang baik adalah yang dapat diterapkan secara efektif dan sesuai dengan tujuan pembentukannya.
  • Tidak Bertentangan dengan Peraturan yang Lebih Tinggi: Sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan, PP tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang, atau Peraturan Presiden.

4. Contoh Peraturan Pemerintah yang Baik:

Contohnya adalah Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). PP ini dibuat untuk mengatur sistem penilaian kinerja PNS yang lebih terukur, obyektif, dan sistematis, serta sesuai dengan kebutuhan reformasi birokrasi. Aturan ini mencakup prosedur, indikator, dan mekanisme evaluasi yang jelas, serta diterapkan di seluruh kementerian dan lembaga di Indonesia.

5. Sumber Referensi:

  1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  2. Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang.
  3. Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 5 ayat (2), yang mengatur kewenangan presiden dalam menetapkan Peraturan Pemerintah.
  4. Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, yang memberikan pedoman mendalam mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dengan mengikuti tahapan-tahapan dan prinsip-prinsip ini, Peraturan Pemerintah yang dihasilkan akan memiliki dasar hukum yang kuat, dapat diimplementasikan secara efektif, dan diterima oleh masyarakat.