Bagaimanakah Membuat Peraturan Daerah (Perda) yang baik dan benar ?


Hukum Galih Gumelar -  Membuat Peraturan Daerah (Perda) yang baik dan benar membutuhkan prosedur yang mengikuti kerangka hukum yang diatur di Indonesia. Proses ini harus dilakukan dengan cermat, melalui tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan. Setiap tahapan bertujuan untuk memastikan bahwa Perda yang dihasilkan efektif, sah secara hukum, dan dapat diterima oleh masyarakat.

1. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Daerah:

Peraturan Daerah (Perda) dibentuk berdasarkan beberapa landasan hukum yang berlaku, di antaranya:

  • Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (sebagaimana telah diubah melalui UU No. 15 Tahun 2019).
  • Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
  • Permendagri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (diubah dengan Permendagri No. 120 Tahun 2018).

2. Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah (Perda) yang Baik dan Benar:

a. Perencanaan

Tahap awal ini meliputi perumusan masalah dan identifikasi kebutuhan masyarakat di daerah.

  • Identifikasi Kebutuhan: Perda dibuat untuk mengatur berbagai kepentingan daerah, seperti sosial, ekonomi, pendidikan, atau lingkungan.
  • Penyusunan Naskah Akademik (NA): Naskah Akademik merupakan kajian ilmiah yang menjelaskan alasan, latar belakang, dan dampak dari Perda yang akan dibuat. Naskah ini memberikan landasan teoretis dan ilmiah serta solusi yang tepat untuk masalah yang akan diatur dalam Perda.
  • Prolegda (Program Legislasi Daerah): Rancangan Perda harus masuk ke dalam Prolegda, yang berisi daftar prioritas legislasi yang akan disusun oleh daerah dalam satu tahun.

b. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

  • Penyusunan Draft Raperda: Setelah naskah akademik selesai, disusunlah rancangan Perda oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah daerah. Tim ini biasanya melibatkan Bagian Hukum Pemda, dinas terkait, serta pemangku kepentingan lainnya.
    • Struktur penulisan rancangan Perda harus mengikuti format yang ditetapkan dalam Permendagri No. 80 Tahun 2015: judul, pembukaan, batang tubuh, penjelasan, dan penutup.
  • Penelitian dan Pengkajian: Sebelum disusun, dilakukan penelitian hukum untuk memastikan bahwa rancangan Perda tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden.

c. Pembahasan dan Konsultasi Publik

  • Konsultasi Publik: Rancangan Perda harus melalui tahapan konsultasi dengan masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk mendapatkan masukan dan aspirasi publik. Ini sangat penting untuk transparansi dan akuntabilitas.
  • Rapat Koordinasi dengan DPRD: Setelah masukan dari masyarakat diterima, Raperda dibahas bersama dengan DPRD dalam rapat-rapat pembahasan. DPRD dan pemerintah daerah bekerja sama untuk menyempurnakan isi dari Perda.
  • Pembahasan di DPRD: Raperda dibahas secara formal di DPRD melalui tahapan-tahapan, termasuk pembahasan di komisi atau panitia khusus, serta rapat paripurna untuk pengambilan keputusan.

d. Harmonisasi dan Klarifikasi

  • Pengharmonisasian dan Sinkronisasi: Raperda harus melalui pengharmonisasian untuk memastikan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan selaras dengan kebijakan daerah lainnya.
  • Konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Perda yang mengatur hal-hal khusus atau strategis harus mendapatkan persetujuan dari Kemendagri. Hal ini untuk memastikan bahwa Perda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan relevan dengan kebijakan nasional.

e. Penetapan dan Pengundangan

  • Pengesahan oleh Kepala Daerah: Setelah Raperda disetujui oleh DPRD, rancangan tersebut diserahkan kepada kepala daerah (bupati/walikota/gubernur) untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah. Kepala daerah menandatangani Perda untuk disahkan.
  • Pengundangan dalam Lembaran Daerah: Setelah ditandatangani, Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
  • Publikasi: Setelah diundangkan, pemerintah daerah harus menyebarluaskan Perda kepada masyarakat agar aturan tersebut dapat diketahui dan dilaksanakan.

f. Evaluasi dan Implementasi

  • Sosialisasi Perda: Pemerintah daerah harus melakukan sosialisasi mengenai Perda yang telah disahkan. Sosialisasi ini dilakukan agar masyarakat memahami isi Perda dan aturan yang berlaku.
  • Evaluasi Pelaksanaan Perda: Evaluasi dilakukan secara berkala untuk menilai efektivitas Perda dalam menyelesaikan masalah yang ada di daerah. Jika ditemukan kekurangan, maka bisa dilakukan revisi atau perubahan terhadap Perda tersebut.

3. Prinsip-Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah yang Baik dan Benar:

  • Keterbukaan: Seluruh proses penyusunan harus transparan dan melibatkan partisipasi publik, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dan turut mengawasi pembentukan Perda.
  • Kepastian Hukum: Perda harus memberikan kepastian hukum dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, seperti UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.
  • Keseimbangan dan Keadilan: Isi dari Perda harus seimbang dan memperhatikan kepentingan semua lapisan masyarakat di daerah.
  • Efektivitas: Perda harus dibuat sesuai dengan kebutuhan daerah dan dapat diterapkan secara efektif dalam kehidupan masyarakat.
  • Kesesuaian dengan Norma dan Budaya Setempat: Perda harus memperhatikan norma-norma, kebiasaan, dan budaya lokal, serta tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip moralitas dan adat setempat.

4. Contoh Perda yang Baik:

Misalnya, Perda tentang pengelolaan sampah di daerah, yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik dan mendorong penggunaan bahan ramah lingkungan. Perda ini harus mencakup:

  • Sanksi yang jelas bagi pelanggar,
  • Kewajiban pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas pengelolaan sampah,
  • Mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Sumber Referensi:

  1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
  3. Permendagri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (diubah dengan Permendagri No. 120 Tahun 2018).
  4. Jimly Asshiddiqie, "Perihal Undang-Undang dan Peraturan Daerah," yang memberikan panduan teoritis dan praktis dalam pembentukan produk hukum di daerah.

Dengan mengikuti prosedur dan prinsip-prinsip ini, Peraturan Daerah yang dihasilkan akan memiliki dasar hukum yang kuat, mudah dipahami oleh masyarakat, dan dapat diterapkan secara efektif.